Entri Populer

Minggu, 05 Desember 2010

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERIMPLIKASI TERHADAP FLUKTUASI HARGA SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERIMPLIKASI
TERHADAP FLUKTUASI HARGA SAHAM
DI BURSA EFEK INDONESIA


Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya implikasi yang dimiliki Basic Earning Power, Return On Equity, Price Earning Ratio, Dividend Yield dan Tingkat Bunga Deposito terhadap fluktuasi harga saham di lantai bursa. Sampel yang diambil pada penelitian ini adalah industri manufaktur yang terdaftar dan tercatat paling aktif di Bursa Efek Indonesia, yang membayarkan dividennya.
Berdasarkan analisis yang diperoleh dari penelitian ini Basic Earning Power, Return On Equity, Price Earning Ratio, Dividend Yield, dan Tingkat Bunga Deposito secara bersama-sama mempunyai implikasi yang signifikan terhadap Perubahan Harga Saham perusahaan industri manufaktur yang masuk Pasar Modal Indonesia selama periode penelitian ini. Secara partial, faktor Price Earning Ratio (PER) mempunyai pengaruh yang dominan terhadap perubahan harga saham selama periode penelitian. berdasarkan hasil analisis regresi secara partial menunjukkan faktor Tingkat Bunga Deposito tidak mempunyai pengaruh terhadap perubahan harga saham perusahaan manufaktur yang go public di pasar modal Indonesia.

Kata Kunci: Basic Earning Power, Return On Equity, Price Earning Ratio, Dividend Yield, Tingkat Bunga Deposito, dan Perubahan Harga


 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERIMPLIKASI TERHADAP FLUKTUASI HARGA SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA


I.       Pendahuluan


1.1       Latar Belakang Masalah

            Maraknya perkembangan pasar saat ini tidak terlepas dari peran pemodal (investor) yang melakukan transaksi di pasar modal. Namun para investor tidak begitu saja pembelian saham sebelum melakukan penilaian dengan baik terhadap emiten (perusahaan). Salah satu aspek yang menjadi bahan penilaian bagi investor adalah kemampuan emiten menghasilkan laba. Apabila laba meningkat, secara teoritis harga saham juga meningkat. Agus Sartono (2000: 17)  mengemukakan bahwa kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba meningkat, harga saham akan meningkat. Atau dengan kata lain, profabilitas akan mempengaruhi harga saham. Hal senada juga dikemukakan oleh Marzuki Usman,dkk (1990: 15) bahwa para fundamentalis mencoba mempelajari hubungan antara harga saham dan kondisi perusahaan.
            Pada umumya, tindakan memaksimumkan nilai perusahaan juga berarti memaksimumkan harga sahamnya, karena kalau harga saham naik, nilai perusahaan juga akan naik. Dengan demikian, investor sangat berkepentingan dengan laporan keuangan perusahaan, khusunya neraca dan laporan laba rugi perusahaan. Sedangkan laporan laba rugi bukan hanya menunjukkan kinerja perusahaan, tetapi juga dapat digunakan oleh investor untuk mengestimasi profitabilitas perusahaan di masa mendatang. Selain faktor profitabilitas yang mencerminkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba, faktor nilai pasar perusahaan juga di pertimbangkan oleh investor dalam melakukan investasi dalam saham.
            Para pemodal yang rasional akan selalu membandingkan nilai pendapatan saham yang merupakan deviden dengan tingkat bunga diskonto. Tingkat bunga deposito merupakan salah satu pendapatan yang dipertimbangkan dalam menanamkan dananya, karena bentuk deposito pada Bank Pemerintah tidak mempunyai resiko (risk-less) dan hasil yang akan diterima dapat diperkirakan, terutama bagi masyarakat yang cenderung menggunakan hasil yang diharapkan untuk dikonsumsi. Situasi demikian memberi pengaruh pada perdagangan saham di Bursa Efek., sehingga apabila ada perpindahan dari deposito ke sekuritas (saham) akan berimplikasi terhadap harga saham perusahaan.
            Harga saham akan bergerak sesuai dengan kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi atas harga saham tersebut di pasar sekunder. Tinggi rendahnya harga saham lebih banyak dipengaruhi oleh pertimbangan pembeli dan penjual tentang kondisi internal dan eksternal perusahaan. Sementara nilai intrinsik saham ditentukan oleh pendapatan dan Rate Of Return yang disyaratkan. Oleh karena itu, secara tradisional, investor dan analisis sekuritas menghubungkan antara nilai intrinsik dan harga pasar saat ini dari suatu asset (saham). Jika nilai intrinsik lebih besar dariada harga pasar, maka saham tersebut dinilai undervalued dan sebaiknya dilakukan pembelian atau ditahan jika saham tersebut telah dimiliki. Apabila nilai intrinsik lebih kecil dari harga pasar, maka saham tersebut dinilai overvalued dan sebaiknya dihindari atau dijual apabila telah dimiliki. Apabila nilai intrinsik sama dengan nilai pasar, maka saham tersebut dinilai benar dan biasanya transaksi cenderung tidak ada bagi saham tersebut.
            Kondisi diatas memungkinkan terjadinya perubahan atau fluktuasi harga saham setiap saat karena setiap investor akan memberikan penilaian yang berbeda terhadap nilai intrinsik suatu saham. Penilaian ini sangat dipengaruhi oleh seberapa besar tingkat optimisme investor terhadap perusahaan (emiten). Perbedaan optimisme investor terhadap perusahaan akan melahirkan dua pihak (kelompok) yang mempunyai tujuan berbeda. Pihak pembeli saham mengkehendaki kenaikan harga saham setelah pembelian saham dan pihak penjual mengkehendaki penurunan harga saham setelah penjualan saham. Tujuan yang berbeda dari pihak penjual dan pembeli saham ini melatarbelakangi terjadinya re-evaluasi yang pada akhirnya mengakibatkan fluktuasi harga saham.

1.2.      Perumusan Masalah
            Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana fluktuasi harga saham perusahaan industri manufaktur selama 3 (tiga) tahun terakhir, sejak tahun 2005 sampai dengan 2007.
2. Apakah faktor-faktor Basic Earning Power (BEP), Return On Equity (ROE), Price Earning Ratio (PER), Dividend Yield (DY), dan Tingkat Bunga Deposito (TBD) secara bersama-sama mempunyai pengaruh bermakna (signifikan) terhadap fluktuasi Harga Saham perusahaan industri manufaktur di Pasar Modal Indonesia selama tahun 2005- 2007.
3. Faktor-faktor manakah yang mempunyai pengaruh dominan terhadap fluktuasi harga saham perusahaan industri manufaktur di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2005-2007.

1.3       Tujuan Penelitian
            Penelitian ini ditujukan untuk memperoleh bukti empiris mengenai kegunaan informasi harga saham sebagai dasar pengambilan keputusan investor untuk melakukan transaksi jual beli saham. Sesuai dengan permasalahan diatas, penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut: Untuk menguji apakah benar bahwa Basic Earning Power, Return On Equity, Price Earning Ratio, Dividend Yield, Tingkat Bunga Deposito, dan Perubahan Harga berpengaruh terhadap harga saham di bursa efek.

1.4       Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini yaitu :
1.      Bagi Penulis
Penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan pengambilan keputusan bagi investor dalam jual/beli saham.
2.      Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan perbandingan yang berguna dalam manambah pengetahuan, serta sebagai refrensi bagi peneliti yang ingin meneliti pokok bahan yang serupa.
3.      Bagi Perusahaan dan Investor
Sebagai masukan dan pertimbangan serta memberikan informasi mengenai dampak dari faktor-faktor analisis saham.







II.        LANDASAN TEORI

2.         Kajian Teori
2.1. Pendekatan Penilaian Harga Saham
Agus Sartono (1990:86) mengatakan bahwa harga pasar saham terbentuk melalui mekanisme permintaan dan penawaran di pasar modal. Dalam pasar modal yang efisien semua sekuritas diperjualbelikan pada harga pasar. Salah satu karakteristik utama pasar modal yang efisien adalah bahwa informasi tersedia untuk semua pelaku pasar modal.
Suad Husnan (1994:285) mengemukakan bahwa model berdasarkan atas faktor-faktor fundamental bisa mencoba memperkirakan harga saham di masa yang akan datang dengan mengestimasikan nilai faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham di masa yang akan datang. Yang dimaksud dengan pendekatan fundamental adalah analisis yang didasarkan pada informasi yang diterbitkan oleh perusahaan yang go public atau oleh administratur bursa saham. Pendekatan ini bertolak dari anggapan dasar bahwa setiap investor bertindak rasional, mempelajari hubungan antara harga saham dengan kondisi perusahaan.
Pendekatan Teknikal adalah analisis yang didasarkan pada informasi atau kejadian yang ditimbulkan di luar lingkungan perusahaan tetapi berdampak terhadap kegiatan perusahaan. Analisis teknikal mendasarkan kepada anggapan bahwa harga saham ditentukan oleh permintaan dan penawaran. Untuk menetapkan estimasi harga saham, metode ini mengamati dan mempelajari perubahan-perubahan harga saham di masa lalu dengan menggunakan analisa grafis. Dari analisa grafis ini dipelajari kemungkinan terjadinya suatu pengulangan fluktuasi dan arah trend harga.
Terdapat perbedaan antara pendekatan fundamental dengan teknikal (Marzuki Usman dkk,1990). Penganut pendekatan fundamental membuat strategi maupun teknik analisis pasar berdasarkan informasi dari perusahaan. Informasi tersebut antara lain: laporan keuangan, tingkat pertumbuhan perusahaan. Penganut teknik fundamental beranggapan bahwa 90% pelaku pasar modal melakukan transaksi berdasarkan logika dan 10% berdasarkan faktor psikologi. Penganut pendekatan ini membuat strategi maupun teknik analisis pasar berdasarkan perkembangan harga saham di waktu yang lalu. Penganut pendekatan ini sering disebut Chartists. Para Chartists beranggapan 90% pelaku pasar modal melakukan transaksi berdasarkan psikologi dan 10% berdasarkan logika.
2.2. Faktor-faktor Yang Berimplikasi Terhadap Fluktuasi Harga Saham
Secara teoritis fluktuasi harga saham dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Marzuki Usman, faktor-faktor yang berimplikasi terhadap fluktuasi harga saham adalah Dividen Yield (DY), Price Earning Ratio (PER) dan Tingkat Bunga Deposito (TBD) (Marzuki Usman, 1990:155). Menurut Brigham dan Gapenski, faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham adalah Return On Equity (ROE) dan Basic Earning Power (BEP) (Brigham dan Gapenski, 1993: 691).
Berdasarkan dari landasan teori yang telah dikemukakan di depan, khususnya pendekatan fundamental dalam analisis harga saham, dalam penelitian ini faktorfaktor yang mempengaruhi fluktuasi harga saham meliputi: faktor Basic Earning Power, Return On Equity, Price Earning Ratio, Dividen Yield dan Tingkat Bunga Deposito.

2.2.1 Basic Earning Power (BEP)
Basic Earning Power (BEP) adalah kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bagi semua investor (pemegang obligasi dan saham). Jadi, setiap satu rupiah modal menghasilkan keuntungan untuk semua investor (Bambang Riyanto, 1994: 336). Peningkatan kemampuan laba (earning power) perusahaan dapat terjadi jika perputaran asset (turnover on existing asset) meningkat, atau marjin laba (net profit margin) meningkat, atau keduaduanya meningkat.
Apabila Basic Earning Power (BEP) meningkat, maka keuntungan perusahaan akan meningkat. Investor akan memandang perusahaan tersebut mempunyai prospek yang baik sehingga mereka mau membeli saham perusahaan tersebut. Permintaan (demand) saham yang tinggi akan membuat harga saham tersebut naik. Ini berarti bahwa apabila Basic Earning Power (BEP) semakin tinggi, maka semakin besar kemungkinan harga saham itu dinilai tinggi. Begitu pula sebaliknya, apabila Basic Earning Power (BEP) rendah (menurun), maka harga saham akan dinilai rendah.
Para investor mempertimbangkan Basic Earning Power (BEP) dalam melihat situasi kondusif bagi penanaman modalnya, karena pada umumnya, para investor tersebut cenderung lebih mempertimbangkan nilai Earning Before Interest Tax (EBIT) yang dimiliki perusahaan, sebab Earning Before Interest Tax (EBIT) merupakan keuntungan operasional yang mencerminkan keberhasilan manajemen keuangan suatu perusahaan dalam mendayagunakan aktiva yang dimiliki. Sehingga apabila nilai Basic Earning Power (BEP) tersebut tinggi, maka investor selain memperoleh dividen yang memadai dan berkesinambungan, juga mendapat Capital Gain.

2.2.2 Return On Equity (ROE)
Salah satu pengukur efisiensi perusahaan adalah return on equity (rentabilitas modal sendiri). Return On Equity (ROE) atau rentabilitas modal sendiri adalah kemampuan dari modal sendiri untuk menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham. Jadi setiap rupiah modal sendiri menghasilkan keuntungan netto yang tersedia bagi pemegang saham (Bambang Riyanto, 1994: 336). Pengertian rentabilitas modal sendiri yang digunakan sebagai pengukur efisiensi adalah besarnya laba bersih dari jumlah modal sendiri yang digunakan dalam perusahaan yang bersangkutan. Hal ini berarti rentabilitas modal sendiri (Return On Equity) merupakan tingkat hasil pengembalian investasi bagi pemegang saham.
Return On Equity (ROE) yang tinggi mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan yang tinggi bagi pemegang saham. Semakin mampu perusahaan memberikan keuntungan bagi pemegang saham, maka semakin saham tersebut diinginkan untuk dibeli. Hal ini akan menyebabkan permintaan akan saham tersebut meningkat dan selanjutnya akan menyebabkan harga saham tersebut naik. Dengan demikian maka Return On Equity (ROE) akan mempengaruhi perubahan harga saham. Semakin tinggi Return On Equity (ROE) diharapkan akan menyebabkan kenaikan harga saham, begitu pula sebaliknya.
2.2.3 Price Earning Ratio (PER)
Price Earning Ratio merupakan indicator yang dapat dipergunakan untuk menentukan apakah harga saham tertentu dinilai tinggi atau rendah. Price Earning Ratio (PER) yang tinggi dapat menunjukkan bahwa (Richard Brealey/Stewart Myers, 1988: 577):
a. Investor mengharapkan pertumbuhan dividen yang tinggi. Dengan pertumbuhan dividen yang tinggi, maka menarik minat para investor untuk membeli saham, sehingga permintaan saham akan meningkat. Peningkatan permintaan saham akan menyebabkan harga saham meningkat.
b. Saham memiliki resiko yang rendah, sehingga investor tertarik dengan kembalian yang rendah. Investor yang “risk aversion” lebih menyukai saham dengan resiko rendah, mereka di dalam menginvestasikan dananya akan memilih saham yang beresiko rendah. Dengan demikian, permintaan saham yang beresiko rendah akan meningkat yang akan mengakibatkan harga saham tersebut naik.
c. Perusahaan diharapkan mampu mencapai pertumbuhan rata-rata, sementara dilain pihak, mampu membagikan laba dalam proporsi yang besar. Pertumbuhan dan pembagian laba yang tinggi akan menumbuhkan minat para investor untuk membeli saham tersebut sehingga akan menaikkan permintaan saham dan pada akhirnya akan menaikkan harga saham tersebut. Dari ketiga hal diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Price Earning Ratio (PER) yang tinggi akan menyebabkan harga saham yang tinggi, begitu pula sebaliknya, Price Earning Ratio (PER) yang rendah akan menyebabkan harga saham yang rendah.

2.2.4 Dividend Yield (DY)
Dividen Yield adalah dividen yang dibayarkan periode t dibagi dengan harga saham awal periode t. Perubahan dividen yield akan mempengaruhi perubahan harga saham. Apa yang diharapkan investor dari pembelian saham biasa? Jika investor tersebut bermaksud menyimpan saham selamanya, ia mengharapkan dividen saham. Jika investor bermaksud menjual saham dikemudian hari, ia mengharapkan dividen saham dan keuntungan akibat kenaikan harga saham (Lukas, 1994:120). Ini berarti bahwa apabila dividend yield dari perusahaan yang efisien semakin tinggi, maka semakin besar kemungkinan saham itu dinilai tinggi. Hal ini akan membuat investor mau menanamkan dananya pada saham tersebut, sehingga permintaan akan saham tersebut naik dan pada akhirnya menyebabkan harga saham akan naik juga.

2.2.5 Tingkat Bunga Deposito (TBD)
Faktor tingkat bunga deposito juga akan mempengaruhi investor di dalam menanamkan dananya pada saham. Apabila tingkat bunga deposito lebih rendah dari return yang diharapkan, maka investor memilih menginvestasikan dananya pada saham, sehingga permintaan saham meningkat yang mengakibatkan naiknya harga saham. Begitu pula sebaliknya, apabila tingkat bunga deposito lebih tinggi dari return yang diharapkan, maka investor lebih memilih menginvestasikan dananya pada Bank. Hal ini akan mengakibatkan turunnya permintaan akan saham sehingga harga saham akan turun. Dari uraian diatas, maka tingkat bunga deposito mempunyai pengaruh negative terhadap harga saham. Secara teoritis Agus Sartono (2000: 273) mengemukakan bahwa kalau kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba meningkat, maka harga saham juga akan meningkat. Atau dengan kata lain, Basic Earning Power (BEP), Return On Equity (ROE), Price/Earning Ratio (P/E R) dan Dividend Yield (DY), akan mempengaruhi harga saham. Brigham dan Gapenski (1993: 26) mengatakan bahwa pada umumnya tindakan memaksimumkan nilai perusahaan juga akan memaksimumkan harga sahamnya.
Dari pembahasan teoritik di atas, maka dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut: diduga faktor-faktor berupa Basic Earning Power (BEP), Return On Equity (ROE), Price Earning Ratio (PER), Dividend Yield (DY), dan Tingkat Bunga Deposito (TBD), secara bersama-sama mempunyai implikasi yang signifikan terhadap fluktuasi harga saham perusahaan industri manufaktur di Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian 2005-2007.

2.3 Kerangka Berpikir
            Bagi investor dan perusahaan (pemegang saham), harga saham di bursa efek akan mengalami fluktuatif sesuai perkembangan di psar modal. Oleh karena itu, para investor harus mempelajari faktor-faktor yang dapat berimplikasi terhadap harga saham di Bursa Efek.
            Dalam pengambilan keputusan, investor sangat berkepentingan terhadap laporan keuangan perusahaan untuk mengestimasi profitabilitas perusahaan di masa mendatang. Secara garis besar, kerangka pemikiran diatas dapat diilistrasikan dalam bagan sebagai berikut:







Rounded Rectangle: Laporan Keuangan Perusahaan
Rounded Rectangle: Rate of Return



 



                                                                         







 

Rounded Rectangle: UndervaluedRounded Rectangle: Overvalued                                                                                           




III.             METODE PENELITIAN

3. Sumber Data
3.1. Populasi dan Sampel
Data Sekunder
Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang akan diduga. Populasi disebut juga jumlah unsur-unsur dimana suatu kesimpulan akan dibuat. Pada penelitian ini, perusahan yang menjadi populasi adalah perusahaan industri manufaktur yang paling aktif berdasarkan frekuensi perdagangan sahamnya selama periode tahun 2005, tahun 2006, dan tahun 2007. Perusahaan yang memenuhi criteria untuk dijadikan sampel penelitian adalah:
a. Industri manufaktur yang terdaftar di BEI.
b. Memiliki laporan keuangan sejak tahun.
c. Tidak melakukan tambahan penerbitan saham baru.
d. Tidak mengalami kerugian.
e. Membayarkan dividen.
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah harga saham mingguan, yang diambil setiap hari Rabu tiap minggunya, karena pada hari itu nilai saham cenderung stabil, dan laporan tahunan keuangan perusahaan, tingkat bunga deposito akhir tahun 2005-2007 di state bank. Selama tahun 2005 sampai 2007 terdapat tiga periode laporan keuangan yang dikeluarkan oleh emiten. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah data sekunder diperoleh dari www.idx.co.id.
Daftar nama perusahaan industri manufaktur yang paling aktif berdasarkan perdagangan sahamnya :
No
Kode
Nama
1
GGRM
Gudang Garam Tbk
2
UNVR
Unilever Indonesia Tbk
3
INDF
Indofood Sukses Makmur Tbk
4
ADES
Ades Waters Indonesia Tbk
5
HMSP
HM Sampoerna Tbk
6
INAF
Indofarma Tbk


3.2 Definisi Operasional Variabel
Operasional terhadap variable adalah sangat penting, sebab dengan cara ini suatu konsep yang asalnya bersifat abstrak dan general akan menjadi mempunyai makna khusus yang memiliki nilai. Variabel - variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

3.2.1 Perubahan Harga
Satu-satunya variabel dependent dalam penelitian ini adalah perubahan harga saham (PHS). Pengertian perubahan harga saham adalah prosentase perubahan harga yang terjadi akibat adanya transaksi di Bursa Efek Indonesia, yang dapat di formulasikan sebagai berikut:
 



Dimana:
HSt0 = Harga saham saat ini
HSt-1 = Harga saham sebelumnya
Harga saham yang digunakan pada penelitian ini adalah harga saham mingguan yang diambil setiap hari Rabu pada perusahaan sampel penelitian, dengan periode penelitian dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2007. Harga saham ini merupakan indikator nilai perusahaan yang memasyarakatkan sahamnya di pasar modal. Data dari harga saham ini diukur dengan satuan rupiah dan merupakan skala rasio.

3.2.2 Basic Earning Power
BEP =        EBIT
               Total Asset
 
Basic Earning Power (BEP) menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba operasi dari aktiva yang dimilikinya. Ratio ini diperoleh dengan cara:


 





Untuk menentukan besarnya perubahan yang terjadi antar periode, digunakan formula sebagai berikut:


 




3.2.3 Return On Equity
ROE =      Laba Bersih
               Modal Mandiri
 
Return On Equity (ROE) mengukur seberapa besar keuntungan yang menjadi hak pemilik modal/pemegang saham. Ratio ini diperoleh dengan cara:

 



    ROE =    ROEt0 – ROEt-1    x 100%
                           ROEt-1
 
 Untuk menentukan besarnya perubahan yang terjadi antar periode, digunakan formula sebagai beikut:







 



3.2.4 Price Earning Ratio
PER =           Harga Saham
              Laba Netto per Saham
 
Price Earning Ratio (PER) menunjukkan seberapa besar investor ingin membayar per rupiah dari keuntungan yang dilaporkan oleh perusahaan. Ratio ini diperoleh dengan cara:


 



Untuk menentukan besarnya perubahan yang terjadi antar periode, digunakan formula sebagai berikut:


 


                                                                                                   

DY =   Deviden  per Saham
                  Harga Saham
 
3.2.5 Dividend Yield (DY)
Ratio ini diperoleh dengan cara:

Untuk menentukan besarnya perubahan yang terjadi antar periode, digunakan formula sebagai berikut:
    DY =     DYt0 – DYt-1   x100%
                          DYt-1
 
                                                                                                   
                                                                                         
                                                                                                

3.2.6 Nilai Tingkat Bunga Deposito
    TBD =     TBDt0 – TBDt-1   x100%
                          TBDt-1
 
Nilai Tingkat Bunga Deposito (TBD) berjangka waktu 1 tahun yang ditetapkan oleh Bank Pemerintah untuk menentukan besarnya perubahan yang terjadi antar periode, digunakan formula sebagai berikut:







 

                                                                                                             


3.3 Sifat Data
Ø      Data Rasio
Analisis dilakukan dengan menggunakan Regresi berganda (Multiple Regression), yang bertujuan untuk menguji implikasi Basic Earning Power (BEP), Return On Equity (ROE), Price Earning Ratio (PER), Dividend Yield (DY) dan Tingkat Bunga Deposito (TBD) terhadap fluktuasi harga saham, baik secara parsial maupun secara simultan.

3.4 Model Analisis
Analisis dilakukan dengan menggunakan Regresi berganda (Multiple Regression), yang bertujuan untuk menguji implikasi Basic Earning Power (BEP), Return On Equity (ROE), Price Earning Ratio (PER), Dividend Yield (DY) dan Tingkat Bunga Deposito (TBD) terhadap fluktuasi harga saham, baik secara parsial maupun secara simultan dengan formula sebagai berikut:
Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 +b5X5 + ei
dimana:
Y = Perubahan Harga Saham
X1 = Perubahan Basic Earning Power
X2 = Perubahan Return On Equity
X3 = Perubahan Price Earning Ratio
X4 = Perubahan Dividend Yield
X5 = Perubahan Tingkat Bunga Deposito
bi = Koefisien perubahan nilai dari tiaptiap variabel
b0 = Konstanta
Untuk mengetahui keberartian hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen, perlu dilakukan pengujian hipotesis, baik secara partial maupun secara simultan. Pengujian hipotesis koefisien regresi secara simultan dapat dilakukan dengan menggunakan uji statistik F dengan prosedur sebagai berikut:

3.5 Hipotesis
  • H0 :b1, b2, b3, b4, b5 = 0 (tidak ada pengaruh Basic Earning Power, Return On Equity, Price Earning Ratio, Dividend Yield dan Tingkat Bunga Deposito terhadap fluktuasi harga saham).
  • Ha :b1, b2, b3, b4, b5 = 0 (ada pengaruh Basic Earning Power, Return On Equity, Price Earning Ratio, Dividend Yield dan Tingkat Bunga Deposito terhadap fluktuasi harga saham).

3.6 Analisis Data
3.6.1 Uji Parsial
Untuk mengetahui variabel mana yang dominan terhadap Perubahan Harga Saham, dapat ditempuh dengan cara mencari nilai koefisien determinasi partial (r²), kemudian dilakukan uji-T. Pembuktian dengan mencari nilai koefisien determinan partial (r²) dari masing-masing variable bebas diikuti dengan uji-T. Selanjutnya membandingkan nilai T-hitung masingmasing variabel bebas dengan nilai T-tabel.

3.6.2 Uji Kolinieritas Ganda (Multikolinieritas)
Multikolinieritas ganda terjadi apabila terdapat hubungan yang sempurna atau hampir sempurna antara variabel bebas (X1). Gejalanya dapat diketahui dengan menguji koefisien korelasi Pearson variabelvariabel bebas melalui matrik korelasi, kemudian membandingkan nilai koefisien korelasi antara variabel bebas dengan critical value. Apabila koefisien korelasi antara variabel bebas lebih besar dari critical value (dua arah), maka terdapat multikolinieritas.


3.8 Uji Autokorelasi
Uji ini dengan menggunakan metode Durbin-Watson, yaitu dengan membandingkan nilai Durbin-Watson hitung dengan nilai Durbin-Watson tabel. Jadi, penggunaan model regresi tersebut tidak mengandung gejala autokorelasi. Dengan demikian, analisis regresi variabel bebas dengan Perubahan Harga Saham dapat dilanjutkan.

3.9 Uji Heteroskedastisitas
Uji ini menggunakan korelasi spearman dengan ketentuan apabila r exi masing-masing variabel bebas tinggi (mendekati + atau -1), maka ini menunjukkan adanya gejala heteroskedastisitas.
 
DAFTAR PUSTAKA

Jakarta Stock Exchange, Indonesia Capital Market Directory, Jakarta.
Indonesia Stock Exchange, IDX, Jakarta.
Biantoro, F. Fitriana. 2004. Analisis Pengaruh Stock Split Terhadap Perubahan Harga Saham Pada PT. BEJ Tahun 2002-2003.
Darjono, (1999). Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Harga Saham Industri Manufaktur Bidang Makanan dan Minuman Pada BEJ Periode 1990 – 1996.
Kurniawan, Henry.(2006). Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Perubahan Harga Saham Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Pada Bursa Efek Indonesia Tahun 2003-2005.
Lani Siaputra,dkk. 2004. Pengaruh Pengumuman Dividen Terhadap Perubahan Harga Saham (Return) Sebelum dan Sesudah Ex-Deviden Date di Bursa Efek Jakarta (BEJ).
Mulyati, Sri (2003). Reaksi Harga Saham Terhadap Perubahan Deviden Tinai dan Deviden Yield di Bursa Efek Jakarta.
Sularso, R. Andi. (2005). Pengaruh Pengumuman Dividen Terhadap Perubahan Harga Saham (Return) Sebelum dan Sesudah Ex-Deviden Date di Bursa Efek Jakarta (BEJ).



                                                      



Selasa, 30 November 2010

TEORI KLASIK DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

TEORI KLASIK DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Oleh: Imam Asngari
1. Merkantilisme
Perdagangan saat ini dipelopori oleh kaum merkantilis. Kaum merkantilis lahir dari masyarakat pasar. Masyarakat pasar inilah yang berhasil meruntuhkan sistem feodalisme dan kelompok ortodoks di bawah hegemoni agama. Perkembangan masyarakat pasar seiirng dengan pesatnya jumlah penduduk dan berkembangnya kota-kota di Eropa Barat.
Perkembangan kota membutuhkan dukungan berkembanya berbagai aktivitas antar sektor ekonomi, antar pedagang dan penguasa untuk menegakkan negara nasional yang kuat. Negara nasional yang kuat harus didukung oleh angkatan bersenjata yang tangguh. Konsep negara nasional yang kuat merupakan awal munculnya masyarakat kapitalisme. Kapitalisme di sektor perdagangan dilandasi oleh kerja sama yang kuat antara penguasa dan pedagang. Faktor lainya, ditemukannya daerah-daerah baru di luar Eropa.
Kaum kapitalis membutuhkan faktor produksi yang murah dan pasar bagi produk industri Eropa di daerah baru yang mereka temukan. Berkembanglah perusahaan dagang seperti; The Merchant Adventures, The Eastland Company, The Muscovery Company, The East India Company, VOC, dll. Perusahaan inilah yang mengeruk keuntungan maksimum melalui monopoli yang kemudian menimbulkan kolonialisme. Kapitalisme dan kolonialisme merupakan saudara kandung yang lahir dari perut masyarakat pasar. Kepentingan dagang akhirnya menjadi kepentingan negara pula. Pemikir dan negarawan masa itu berpendapat untuk membentuk negara yang kuat perlu kebijakan ekonomi yang dapat menjamin kerjasama saling menguntungkan antara penguasa dan pedagang dalam kerangka menegakkan negara nasional yang kuat. Kebijakan inilah yang
kemudian dinamakan merkantilisme murni.

2. Bullionist
Kaum bullionist merupakan kaum merkantilis yang memiliki pandangan atau visinya lebih tegas. Menurutnya, kemakmuran negara dicapai dengan peningkatan pemilikan logam mulia. Stok logam mulia harus dipertahankan di dalam negeri. Menjual barang/jasa ke luar negeri (ekspor) selalu lebih baik dari pada membeli barang dari luar negeri (impor). Kebijakan ekonomi yang dibuat bertujuan meningkatkan surplus ekspor (x>m). Surplus ekspor akan dibayar dengan logam mulia (uang emas), sehingga dapat menumpuk logam mulia. Kebijakan ekonomi di dalam negeri memberikan subsidi kepada industri barangbarang ekspor dan membatasi impor. Ekspor bahan mentah dilarang agar harganya murah di dalam negeri, sehingga dapat menjamin industri dalam negeri dan industri barangbarang ekspor. Ekspor barang modal dan emigran tenaga teknisi yang terampil dilarang agar industri ekspornya tidak disaingi oleh negara lain. Eropa pada abad pertengahan ini sejak awal sudah mulai menerapkan kebijakan industrialisasi promosi ekspor. Impor dibatasi dengan kebijakan tarif dan kuota. Impor barang yang dapat diproduksi lebih murah di dalam negeri dilarang guna menjamin neraca perdagangan yang menguntungkan.

3. Price-Specie Flow Mecanism
(Mekanisme Aliran Logam Mulia-Harga)
David Hume dalam teorinya ini berpendapat bahwa usaha menumpuk logam mulia melalui surplus ekspor tidak akan berhasil. Oleh karena surplus ekspor harus dibayar dengan logam mulia, dapat menimbulkan kenaikan dalam jumlah uang beredar (JUB) yang  langsung akan mendorong naiknya harga barang dan jasa sebagaimana teori John Lock. Akibatnya, justru surplus impor yang akan terjadi dan logam mulia mengalir ke luar. Dengan mekanisme aliran logam mulia dan harga ini neraca perdagangan yang menguntungkan tidak mungkin dapat dipertahankan terus-menerus. Mekanisme penyesuaian neraca perdagangan yang otomatis inilah yang dikenal sebagai price-spesie flow mechanism.
 
4. Kritik Adam Smith
Adam Smith (1776) merupakan tokoh utama pendukung klasik. Adam Smith mengkritik merkantilisme mengenai batasan kemakmuran (wealth), doktrin pembinaan negara nasional yang kuat, dan ide menumpuk logam mulia terus-menerus melalui kesinambungan surplus ekspor. Adam Smith menyatakan bahwa ukuran kemakmuran suatu negara/bngsa tidaklah terletak pada banyaknya logam mulia, tetapi pada banyaknya barang-barang yang dimilikinya. Negara yang makmur adalah negara yang mengembangkan produk barang dan jasa melalui perdagangan, dan bukan suatu negara yang harus menghambat perdagangan semata-mata untuk dapat menumpuk logam mulia. Adam Smith juga mengkritik campur tangan pemerintah yang ditujukan untuk membentuk negara yang kuat. Kemakmuran dan kekayaan hanya dapat dicapai dengan menjalankan prinsip laissez-faire di dalam negeri dan prinsip perdagangan bebas dengan negara lain. Menurut Adam Smith tugas pemerintah adalah dibidang pertahanan, penegakan hukum dan keadilan dalam negeri, dan membangun sarana publik serta melaksankan pekerjaan umum yang tidak mungkin dilaksanakan swasata.

5. Absolut Advantage
Adam Smith mengemukakan idenya tentang pembagian kerja internasional yang membawa pengaruh besar bagi perluasan barang-barang negara tersebut serta akibatnya yang berupa spesialisasi internasional.
Spesialisasi internasional dapat memberikan hasil berupa manfaat perdagangan (gains of trade) yang dapat timbul dalam atau berupa kenaikan produksi serta konsumsi barang-barang dan jasa. Perdagangan internasional didorong untuk melakukan spesialisasi dalam produksi barang-barang yang mempunyai keuntungan mutlak (absolut advantage). Keuntungan mutlak diartikan sebagai keuntungan yang dinyatakan dengan banyaknya jam/hari kerja yang dibutuhkan untuk membuat barang-barang tersebut. Keuntungan ini akan diperoleh apabila masing-masing negara mampu memproduksikan barang-barang tertentu dengan jam/hari kerja yang lebih sedikit dibandingkan dengan seandainya barang-barang itu dibuat oleh negara lain.